Sabtu, 24 Desember 2011

TATHOYYUR

TATHOYYUR
Disusun oleh: Muslim Atsari

Keimanan kepada keesaan Alloh Ta’ala di dalam kekuasaanNya akan menjadikan seorang mukmin bertawakkal dengan sebenarnya kepadaNya. Seorang mukmin tidak akan dihinggapi rasa was-was dan khawatir sebagaimana yang dialami oleh orang-orang yang memiliki keyakinan sial terhadap sesuatu tertentu. Karena agama Islam melarang tathoyyur atau thiyaroh (anggapan sial terhadap sesuatu).

PENGERTIAN TATHOYYUR
Syaikh Abdurrohman bin Hasan Alu Syaikh berkata: “Asal tathoyyur adalah dengan (anggapan sial terhadap) gerakan ke arah kanan dan ke arah kiri dari burung, kijang, dan lainnya. Dahulu, hal itu membatalkan orang-orang jahiliyah dari tujuan-tujuan mereka, maka syari’at Islam menadakannya dan membatalkannya. Syari’at Islam memberitakan bahwa itu tidak memiliki pengaruh di dalam mendatangkan kebaikan atau menolak bahaya”. (Fathul Majid, hlm: 278, penerbit: Dar Ibni Hazm. Juga lihat Catatakan kaki, no: 1 kitab Mausu’ah Manahi Syar’iyyah, 1/102, karya Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilali)

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berkata: “Jika engkau menghendaki maka katakanlah: tathoyyur adalah anggapan sial terhadap sesuatu yang dilihat, didengar, dan diketahui. Sesuatu yang dilihat seperti: jika seseorang melihat seekor burung lalu dia menganggap sial karena keadaannya yang menakutkan. Sesuatu yang didengar seperti: seseorang menginginkan sesuatu, lalu dia mendengar seseorang berkata kepada orang lain: “Wah, rugi!”, atau “Wah, gagal”, lalu dia menganggap sial. Sesuatu yang diketahui seperti: anggapan sial terhadap sebagian hari-hari, sebagian bulan-bulan, aatau sebagian tahun-tahun. Ini tidak dilihat dan tidak didengar”. (Al-Qoulul Mufid Syarh Kitab At-Tauhid 2/77)
Dan tathoyyur ini tercela dan dosa serta kemusyrikan jika sampai menghalangi seseorang dari keperluannya.

LARANGAN TATHOYYUR
Demikian juga kita dapati larangan tathoyyur disebutkan di dalam banyak hadits-hadits Nabi n . Inilah di antaranya:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ الطِّيَرَةُ شِرْكٌ ثَلَاثًا وَمَا مِنَّا إِلَّا وَلَكِنَّ اللَّهَ يُذْهِبُهُ بِالتَّوَكُّلِ
Dari Abdulloh bin Mas’ud, dari Rosululloh n , beliau n bersabda: “Thiyaroh adalah syirik, thiyaroh adalah syirik, (tiga kali). Dan tidaklah dari kita kecuali, tetapi Alloh menghilangkannya dengan tawakkal”. (HR. Abu Dawud, no: 3910; Tirmidzi, no: 1614; Ibnu Majah, no: 3538; Bukhori, di dalam Al-Adabul Mufrod, no: 909; dll; dishohihkan oleh Syaikh Salim Al-Hilali di dalam Al-Mausu’ah Manahi Syar’iyyah 1/103)
عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ الْحَكَمِ السُّلَمِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنِّي حَدِيثُ عَهْدٍ بِجَاهِلِيَّةٍ وَقَدْ جَاءَ اللَّهُ بِالْإِسْلَامِ وَإِنَّ مِنَّا رِجَالًا يَأْتُونَ الْكُهَّانَ قَالَ فَلَا تَأْتِهِمْ قَالَ وَمِنَّا رِجَالٌ يَتَطَيَّرُونَ قَالَ ذَاكَ شَيْءٌ يَجِدُونَهُ فِي صُدُورِهِمْ فَلَا يَصُدَّنَّهُمْ
Dari Mu’awiyah bin Al-Hakam As-Sulami, dia berkata: “Aku berkata: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya aku baru dari masa jahiliyah, dan Alloh telah mendatangkan Islam, sesungguhnya di antara kami ada orang-orang yang mendatangi dukun”. Beliau bersabda: “Engkau jangan mendatangi mereka!” Dia berkata: “Di antara kami ada orang-orang yang bertathoyyur”. Beliau bersabda: “Itu adalah sesuatu yang mereka dapati di dalam dada (hati) mereka, maka janganlah itu menghalangi mereka”. (HR. Muslim, no: 537)

Syaikh Salim Al-Hilali berkata tentang makna kedua hadits ini: “Makna keduanya satu. Bahwa thiyaroh adalah sesuatu yang didapati pada jiwa secara spontan, sehingga tidak ada celaan padanya. Namun yang tercela dan dosa adalah jika hal itu menghalangi antaramu dengan keperluanmu, dan obat hal itu adalah tawakal kepada Alloh, renungkanlah!”. (Catatan kaki Al-Mausu’ah Manahi Syar’iyyah 1/103-104)

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ رَدَّتْهُ الطِّيَرَةُ مِنْ حَاجَةٍ فَقَدْ أَشْرَكَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا كَفَّارَةُ ذَلِكَ قَالَ أَنْ يَقُولَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ لَا خَيْرَ إِلَّا خَيْرُكَ وَلَا طَيْرَ إِلَّا طَيْرُكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ
Dari Abdulloh bin ‘Amr, dia berkata: Rosululloh n bersabda: “Barangsiapa dibatalkan oleh thiyaroh dari suatu keperluan maka dia telah melakukan syirik!”. Para sahabat bertanya: “Wahai Rosululloh, apakah kaffarohnya?”. Beliau menjawab; “Dia mengatakan: “Wahai Alloh, tidak ada kebaikan kecuali kebaikanMu, tidak ada kesialan kecuali kesialan yang telah Engkau takdirkan, dan tidak ada ilaah yang haq kecuali Engkau”. (HR. Ahmad 2/220; dll; dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Ash-Shohihah, no: 1065 dan oleh Salim Al-Hilali di dalam Al-Mausu’ah Manahi Syar’iyyah 1/104)

عَنْ ابْنِ عُمَرَ قَالَ ذَكَرُوا الشُّؤْمَ عِنْدَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنْ كَانَ الشُّؤْمُ فِي شَيْءٍ فَفِي الدَّارِ وَالْمَرْأَةِ وَالْفَرَسِ
Dari Ibnu Umar, dia berkata: Mereka membicarakan kesialan di dekat Nabi n , maka Nabi n bersabda: “Jika ada kesialan pada sesuatu, maka pada rumah, wanita, dan kuda”. (HR. Bukhori, no: 5094; Muslim, no: 2225)

عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لاَ عَدْوَى وَلاَ طِيَرَةَ وَيُعْجِبُنِي الْفَأْلُ الصَّالِحُ الْكَلِمَةُ الْحَسَنَةُ
Dari Anas, dari Nabi n , beliau n bersabda: “Tidak ada penyakit menular (yakni dengan sendirinya), dan tidak ada thiyaroh (tathoyyur), dan aku menyukai optimisme yang baik, yaitu kalimat yang baik”. (HR. Bukhori, no: 5756; Muslim, no: 2224)

TATHOYYUR SIFAT ORANG-ORANG JAHILIYAH SEJAK DAHULU
Banyak ayat dan hadits yang mencela dan melarang tathoyyur. Inilah di antaranya:
Tathoyyur merupakan perbuatan orang-orang musyrik dan jahiliyah semenjak zaman dahulu.
Kaum Tsamud bertathoyyur kepada Nabi Shalih dan orang-orang yang beriman kepadanya. Alloh berfirman:

"Mereka (Kaum Tsamud) menjawab: "Kami mendapat nasib yang malang, disebabkan kamu dan orang-orang yang besertamu". Nabi Shaleh berkata: "Nasibmu ada pada sisi Allah, (bukan kami yang menjadi sebab), tetapi kamu kaum yang diuji". (QS. 27:47)
Fir’aun dan pengikutnya bertathoyyur kepada Nabi Musa dan orang-orang yang beriman kepadanya. (Al-A’rof: 130-131)

Kaum Shohibu Yaasin menuduh tiga Rosul membikin sial mereka. (Yaasiin: 18-19)
Ayat-ayat ini memberitakan bahwa tathoyyur merupakan sifat orang-orang jahiliyah zaman dahulu, maka tidak pantas dimiliki oleh orang-orang yang beriman.

TATHOYYUR BERTENTANGAN DENGAN TAUHID
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin berkata: “Ketahuilah bahwa tathoyyur bertentangan dengan tauhid. Dan sisi pertentangannya dari dua sisi:
Pertama: bahwa orang yang bertathoyyur memutuskan tawakalnya kepada Alloh dan dia bersandar kepada selainNya.
Kedua: bahwa dia bergantung kepada perkara yang tidak ada hakekatnya. Apakah hubungan antara perkara itu dengan apa yang terjadi padamu? Tidak ada keraguan, ini merusakkan tauhid. Karena tauhid adalah ibadah (ketundukan mutlak) dan isti’anah (memohon pertolongan). Alloh Ta’ala berfirman:

Hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami meminta pertolongan. (Al-Fatihah: 5)
  
Maka sembahlah Dia, dan bertawakkallah kepada-Nya. (Huud: 123)

Oleh karena itulah ‘Aisyah mengatakan: bahwa Nabi n menikahinya pada bulan Syawal, dan beliau berkumpul dengannya pada bulan Syawal, dan bahwa dia adalah wanita yang paling banyak mendapatkan perhatian dan paling dicintai dari istri-istri Nabi n “. Dan dahulu bangsa Arab menganggap sial bulan Syawal. Mereka mengatakan, jika seseorang menikah pada bulan Syawal, maka dia tidak akan beruntung. Anggapan mereka ini tidak ada hakekatnya. Dengan demikian thiyaroh diharamkan, dan itu bertentangan dengan tauhid sebagaimana telah berlalu. Dan orang yang beranggapan sial terhadap sesuatu tidak lepas dari dua keadaan:

Pertama: Dia mundur dan menyambut thiyaroh ini serta meninggalkan perbuatan/usaha (karenanya). Ini termasuk sebesar-besar tathoyyur dan anggapan sial.
Kedua: Dia meneruskan perbuatannya, tetapi di dalam kebimbangan, kesusahan, dan khawatir dari apa yang dia anggap sial itu. Ini lebih ringan. Namun kedua perkara di atas mengurangi tauhid dan membahayakan hamba. Tetapi hendaklah engkau melaksanakan apa yang engkau inginkan dengan kelapangan dada, ringan, dan bersandar kepada Alloh ‘Azza wa Jalla. Dan janganlah engkau berburuk sangka terhadap Alloh ‘Azza wa Jalla”. (Al-Qoulul Mufid Syarh Kitab At-Tauhid 2/77-78)

1 komentar:

ikyak mengatakan...

sukron jaziilan, terima kasih untuk artikelnya ya ikhwan :)

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template